Halaman

Rabu, 24 April 2013

Kau dan Aku, Satu

Kita memang dua, dua raga berbeda, tak serupa, kadang jarak tak bersahabat. tapi aku merasa kita terikat, lebih dari itu, kita satu, jiwa yang satu.

------------------------------

Kemarin dulu, banyak cerita yang menyela, bagai tamu, membingkai masa lalu, semua rasa tercicipi, manis pahit, pun kadang bercampur.

Tak ada lagi tempat bersembunyi akan dusta dan dosa, tak juga padamu yang kurasa perlu, terlebih kepadaNya sang pemilik hati.

Dalam diam terajut kisah masa lalu, kisah ini ternoda olehnya. Dalam sepi ku, kusesali pahitnya, tak seharusnya pernah. Turut air mataku tumpah.

Diamku bukan mengenang, sepiku bukan merindu. Sesal tak lagi merubah. Hanya rasa bersalah menghantui. Cukup. Tak lagi akan. Maaf. Hilangkan rasa dan percaya. Mungkin tak cukup bagimu.

Memang tak mungkin hitam menjadi putih. Kelabu tak mampu lagi diperbaiki. Duri kecil sekalipun meninggalkan bekas. Pun lukanya menyisakan perih.

Tanpa arah aku melaju, pincang langkahku. Senderanku tak mampu lagi menyanggah. Nanar mataku menatap hari. Kelu menjadi teman. Ragu, tak tahu harus apa.

Rumit. Ini gila. Tak paham alur yang harus dijalani. Karakter mencerminkan peran. Lalu, peran apa terbaik untukku. Bimbang.

Lantas kau hadir, memberi peran. Tak hanya berperan dalam ceritaku, pun membuatku tau peranku. Gontai langkahku kini mantap. Terseok-seok itu dahulu. Jauh ke depan itu pandanganku. Tau arah dan tujuan.

------------------------------

Kita memang dua, dua raga berbeda, tak serupa, kadang jarak tak bersahabat. tapi aku merasa kita terikat, lebih dari itu, kita satu, jiwa yang satu.

Satu itu kita, bagiku kita satu. Tak peduli banyak yang coba ingin mengetuk. Kini semua sudah terkunci. Kunci itu memilih gembok yang satu. Tak akan mungkin tertukar. Pun hatiku.

Tanganmu lebih dari menuntunku. Kakimu lebih dari tongkat penyanggah pincangku. Kau pelengkap, tak sekedar hadir, tak sekedar menggores kenangan. Kau ada, kau tercipta, teruntukku.

Atas semua kesenangan belaka yang mengelabui, yang kini menjadi awan hitam yang menghantui. Maafku beribu-ribu kata. Dan untuk pelangi yang kau lukiskan selepas badai. Juga untuk senyum dan tawa yang mengakhiri derai air mata. Terimakasihku begitu tak terdefinisikan.

Yah, bagiku kita satu. Walau dalam diam tak lagi saling sapa. Walau tak lagi ada kata menghias obrolan. Itulah mengapa. Bagiku kita satu. Tak perlu aku dan/ataupun kau bercengkerama. Karena hati kita telah mengiyakan. Itulah mengapa. Kita satu. Canda tawa, kata-kata, hanya pelengkap. Karena hati telah saling berbicara. Karena kita satu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar